
kabarsatunusantara.com – Aneh Tapi Nyata! 5 Negara Ini Pusing Karena Mata Uangnya Terlalu Kuat. Sejumlah mata uang utama global mengalami penguatan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (USD) sepanjang tahun 2025. Meski di satu sisi mencerminkan optimisme ekonomi dan stabilitas, di sisi lain hal ini menimbulkan tantangan besar bagi sektor ekspor dan industri dalam negeri.
Euro Melesat, Ekonomi Zona Eropa Makin Percaya Diri
Mata uang euro mencatatkan penguatan sekitar 12,08% terhadap dolar AS sejak awal tahun. Kenaikan ini di dorong oleh optimisme pemulihan ekonomi di kawasan Eropa serta kebijakan moneter yang lebih agresif dari Bank Sentral Eropa (ECB). Namun, penguatan euro ini menjadi dilema bagi para eksportir karena membuat harga produk Eropa jadi lebih mahal di pasar global.
Taiwan Dollar (TWD) Cetak Rekor Tiga Tahun
Di kawasan Asia, mata uang Taiwan (TWD) juga tampil cemerlang. Pada 4 Juli 2025, nilai tukarnya menyentuh level terkuat dalam tiga tahun di posisi TWD 28,901 per USD. Sepanjang tahun, TWD telah menguat sekitar 11%, terutama karena lonjakan ekspor teknologi dan permintaan global terhadap chip semikonduktor.
Negara Eropa Lain Ikut Menguat, Tapi Jadi Tantangan Industri
Tak hanya euro, mata uang lain di kawasan Eropa juga menunjukkan penguatan besar:
-
Koruna Ceko (CZK) menguat 13,83%, dari CZK 32,899 ke CZK 29,211 per USD
-
Krona Swedia (SEK) naik 14,57%, dari SEK 11,15 ke SEK 9,51 per USD
-
Franc Swiss (CHF) juga naik tajam 12,58%
Penguatan ini mencerminkan kepercayaan investor terhadap ekonomi negara-negara tersebut. Namun, efek sampingnya adalah naiknya harga barang ekspor mereka, sehingga daya saing pun menurun.
Baca juga : Indonesia Mengirimkan Bantuan 10.000 Ton Beras Sebagai Simbol Solidaritas Kepada Palestina
Industri Eropa Dibayangi Tekanan Ekspor
Beberapa sektor di Eropa mulai terdampak, terutama manufaktur, otomotif, dan farmasi. Penguatan euro ditambah ancaman tarif tinggi dari Presiden AS Donald Trump membuat produk Eropa jadi kurang menarik di pasar AS.
Ekonom Gian Maria Milesi Ferretti menyebut bahwa kenaikan nilai tukar dan potensi tarif akan menggerus pangsa pasar produk Eropa di AS. Ia mencontohkan mesin-mesin asal Jerman yang menjadi lebih mahal, dan berdampak pada harga produk akhir.
Pada 2024, ekspor UE ke AS mencapai hampir €532 miliar, naik 5,5% dari tahun sebelumnya. Produk farmasi menyumbang ekspor terbesar, diikuti kendaraan bermotor, mesin industri, dan pesawat.
Ancaman Serius bagi Industri Otomotif dan Dirgantara
Beberapa perusahaan besar seperti Volkswagen, Mercedes-Benz, dan Airbus sangat bergantung pada pasar AS. Uni Eropa mengekspor sekitar 750.000 kendaraan per tahun ke AS, yang setara dengan 14% produksi otomotif mereka.
Airbus, misalnya, mengirimkan 12% produknya ke AS. Dengan kurs euro yang lebih kuat, harga pesawat A320neo yang sebelumnya sekitar US$110 juta kini bisa naik sekitar US$10 juta, menjadikannya kurang kompetitif dibandingkan Boeing 737 Max.
Taiwan Tak Luput dari Tekanan
Meski mata uang Taiwan menguat karena tingginya permintaan global, efeknya tak sepenuhnya positif. Produk elektronik dan semikonduktor Taiwan jadi lebih mahal di pasar internasional, karena pembeli global harus membayar lebih dalam mata uang mereka sendiri.
Selain itu, banyak kontrak ekspor Taiwan dilakukan dalam dolar AS, sehingga saat dikonversi ke TWD, pendapatan perusahaan jadi lebih kecil. Ini menekan margin keuntungan dan memicu potensi penurunan pesanan.
Daya Saing Taiwan Terancam Melemah
Pembeli luar negeri bisa beralih ke produk dari negara dengan mata uang yang lebih lemah, seperti Korea Selatan, China, atau Jepang, yang menawarkan harga lebih bersaing. Akibatnya, ekspor Taiwan ke pasar besar seperti AS, Eropa, dan ASEAN bisa menurun.
Padahal, Taiwan baru saja mencetak rekor ekspor:
-
Kuartal II 2025: US$154 miliar
-
Semester I 2025: US$440 miliar
Namun, dengan TWD yang terus menguat, pendapatan perusahaan teknologi dan manufaktur berisiko tertekan, karena konversi dolar menjadi lebih kecil dan harga produk menjadi kurang menarik di pasar global.
Kuatnya Mata Uang, Tantangan Ekspor
Meski penguatan mata uang menunjukkan kepercayaan pasar terhadap stabilitas ekonomi, dampaknya terhadap sektor ekspor tidak bisa diabaikan. Negara-negara seperti Jerman, Swedia, Ceko, Swiss, hingga Taiwan kini harus menyesuaikan strategi agar tetap kompetitif di pasar internasional, sembari menghadapi potensi tarif tambahan dari mitra dagang besar seperti AS.