
kabarsatunusantara.com – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengonfirmasi bahwa militer AS telah meluncurkan serangan ke tiga fasilitas nuklir Iran. Ia menyampaikan pernyataan itu pada 21 Juni, beberapa jam setelah pesawat tempur AS menyasar target strategis. Trump menyebut langkah tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap Israel dalam menghadapi ancaman yang mereka anggap serius.
Pernyataan Trump langsung menuai kritik. Banyak pihak mempertanyakan keabsahan serangan tersebut karena tidak melibatkan persetujuan dari Kongres. Isu ini kembali menyoroti batas wewenang presiden dalam mengerahkan kekuatan militer di luar negeri.
Serangan Mendadak, Kongres Meradang
Sejumlah anggota parlemen menilai Trump bertindak sepihak. Mereka mengajukan resolusi yang menuntut presiden untuk meminta persetujuan Kongres sebelum mengerahkan pasukan dalam operasi ofensif. Mereka menyebut langkah Trump sebagai pelanggaran terhadap prinsip dasar demokrasi.
Beberapa senator dari Partai Republik juga menyuarakan keprihatinan. Mereka tidak menolak aksi militer sepenuhnya, namun mendesak agar proses pengambilan keputusan tetap melalui saluran resmi.
Wewenang Presiden Diatur Konstitusi, Tapi Tidak Mutlak
Ahli hukum John Bellinger menjelaskan bahwa Pasal II Konstitusi memberi presiden kekuasaan untuk melindungi kepentingan nasional. Namun, penggunaan kekuatan militer dalam skala besar tetap perlu pengawasan legislatif. Bellinger sebelumnya menyampaikan pendapat serupa di hadapan Komite Hubungan Luar Negeri Senat.
Menurutnya, hanya operasi militer yang terbatas dan jangka pendek yang bisa dilakukan tanpa izin Kongres. Jika operasi diperkirakan akan berlangsung lama atau berisiko besar, maka presiden wajib berkonsultasi dengan lembaga legislatif.
Apakah Serangan Ini Langgar Hukum Internasional?
Sejumlah pengamat hukum internasional mempertanyakan legalitas serangan ini. Mereka merujuk pada Piagam PBB yang hanya membenarkan penggunaan kekuatan dalam kondisi tertentu. Di antaranya adalah pembelaan diri atas serangan langsung, atau jika ada izin resmi dari Dewan Keamanan PBB.
Trump menyatakan bahwa serangan dilakukan sebagai bentuk pembelaan terhadap Israel. Namun, pembelaan kolektif seperti itu tetap membutuhkan dasar hukum yang kuat. Beberapa pihak menganggap pembenaran tersebut tidak cukup.
Kekhawatiran tentang Preseden Baru
Banyak pengamat menilai bahwa langkah Trump dapat memperluas kekuasaan eksekutif secara berlebihan. Dalam dua dekade terakhir, presiden dari kedua partai cenderung makin sering menghindari konsultasi dengan Kongres saat mengambil keputusan militer.
Jika tren ini terus berlangsung, sistem checks and balances dalam pemerintahan bisa melemah. Beberapa pihak meminta Kongres segera bertindak agar tidak kehilangan fungsinya sebagai pengawas kebijakan luar negeri.